buku · Film

Karnadi Sang Ambisius

Semula saya pikir Karnadi adalah tokoh ciptaan yang terinspirasi oleh karakter Kabayan. Perkenalan saya dengan dua tokoh tersebut dijembatani oleh Kang Ibing. Seorang Legenda komedi dari tanah Pasundan yang memiliki nama lengkap Raden Aang Kusmayatna Kusiyana Samba Kurnia Kusumadinata. Di layar lebar, baik tokoh Karnadi maupun Kabayan pernah diperankan oleh beliau. Kedua tokoh digambarkan sebagai sosok yang lugu, kocak, cerdas, namun pemalas.

Sekitar tahun 90-an, Karnadi pernah diangkat menjadi mini seri bergenre komedi. Saya lupa apakah ditayangkan di televisi lokal (TVRI Stasiun Bandung) atau di televisi swasta nasional? Lagi-lagi Karnadi digambarkan sebagai seseorang yang punya banyak akal. Menghibur dengan keluguannya serta dibuat terperangah dengan kepintarannya.

Setelah saya membaca buku “Rahasiah Nu Goreng Patut Karya Soekria (Joehana) yang diterbitkan ulang oleh penerbit Kiblat Buku Utama. Saya menemukan bahwa Karnadi dan Kabayan adalah dua tokoh berbeda yang tidak ada kemiripannya sama sekali.

Mini seri ini melahirkan ungkapan yang cukup nge-hit. “Badag Enjum.” Untuk mengungkapkan rasa kagum terhadap sesuatu atau melihat benda yang berukuran sangat besar. Mirip-mirip lah dengan sebesar Gaban.  

Karnadi merupakan tokoh utama dalam cerita “Rahasiah Nu Goreng Patut. Digambarkan sebagai seseorang yang buruk rupa, tidak jujur, malas dan ambisius. Marjum (pada mini seri menjadi Enjum) sudah hapal betul watak sahabatnya. Sering mengkhayal dan tak mengukur kemampuan diri. Semua cerita-cerita Karnadi oleh Marjum hanya dianggap bualan semata. Termasuk keinginannya untuk menikah lagi dengan perempuan cantik dan kaya.

Bagi Marjum keinginan sobatnya ini sangat tidak mungkin. Jangankan untuk menikah lagi,biaya untuk kehidupan sehari-hari saja kadang ada dan tiada. Sampai Nyi Usni, istri Karnadi harus turun tangan membantu perekonomin keluarga. Karnadi dan Nyi Usni diceritakan mempunyai tiga orang anak.  

Kebiasaan dua sahabat itu tidak lazim pada zamannya. Pada buku disebutkan jika mereka minculak, mumul macul, seunggah nyawah. Artinya kurang lebih kedua sahabat ini adalah pemalas. Tidak mau terikat waktu, menjalani kehidupan semau-maunya. Akhirnya mereka melakukan pekerjaan tanpa modal dan mudah dikerjakan. Yaitu mencari bangkong. Oleh karenanya dikenal pula cerita ini sebagai Karnadi Bandar Bangkong. Bangkong hasil tangkapan mereka dijual kepada babah-babah di dayeuh.

Suatu hari ketika mereka menjual bangkong hasil tangkapan di pasar, Karnadi melihat Eulis Awang, Anak Mas Sura, seorang petani kaya. Melihat penampilan Eulis Awang, keinginan Karnadi untuk memiliki istri lagi semakin menggebu-gebu.         


Untuk mendekati Eulis Awang, Karnadi harus menaklukan Mas Sura. Yang terkenal metré. Karnadi meminta bantuan Marjum untuk melancarkan akal bulusnya. Berbekal baju pinjaman, Karnadi menyamar sebagai Raden Sumtama, anémer gedong sigrong jeung jambatan.

Mas Sura tak sedikit pun menaruh curiga dengan bualan Karnadi. Terbuai dengan rentetan harta kekayaan anémer gadungan. Karnadi berjanji sawah, rumah dan tanah akan langsung balik nama menjadi atas nama Eulis Awang, segera setelah mereka menikah. Mas Sura langsung luluh, meminta Eulis Awang menerima pinangan Karnadi.

Sepulang dari masigit, setelah Eulis Awang dan Karnadi melaksanakan ijab Kabul. Pengantin baru melakukan kirab dengan mengendarai mobil Chevrolet. Di perjalanan Eulis Awang melihat perempuan membawa dua anak mengais makanan sisa. Eulis Awang merasa kasihan pada perempuan itu. Karnadi menyembunyikan rasa kagetnya. Karena dia tahu, perempuan yang dilihat oleh Eulis Awang adalah istri dan anaknya. Dalam hatinya dia bertanya mengapa istrinya hanya membawa dua anak anaknya. Kemana satu lagi?

Marjum merasa bersalah ketika melihat Nyi Usni berjalan tertatih-tatih membawa dua anaknya. Berpakaian kumal, sedangkan Karnadi berpesta pora. Setelah semua prosesi pernikahan selesai, Marjum mengancam Karnadi untuk pulang atau dia akan membocorkan rahasia Karnadi kepada Mas Sura dan Eulis Awang. ~ halaman 57 

Cerita Karnadi berakhir tragis. Ambisinya telah membawa bencana pada banyak orang. Pernikahan Eulis Awang dengan anémer gadungan hanya seumur toge. Bukan kekayaan yang diperoleh Mas Sura. Malah jadi wirang. Marjum memilih untuk tidak melanjutkan persahabatan mereka. Takut terpengaruh kesesatan Karnadi yang dapat menjerumuskan pada masalah lebih besar. Sedangkan Karnadi yang menjadi biang kerok memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan menghanyutkan diri di sungai Citarum.

Buku yang diterbitkan oleh Kiblat Buku Utama terdapat kata pengantar yang ditulis oleh Alm. Ajip Rosidi. Saya menemukan banyak hal dari cerita yang terbit pertama kali pada tahun 1928. 

  1. Rahasia nu goreng patut ditulis oleh Soekria / Joehana sebelum 1928 dan baru dibukukan pada tahun 1928. Cerita ini sering dipakai dalam pementasan. Pada tahun 1980 “Anemer Kodok” masih jadi repertoar lenong yang dimainkan di Taman Ismail Marzuki. Meskipun pengarangnya tidak disebutkan karena sudah dianggap cerita rakyat. Tetapi merujuk pada cerita yang ditulis oleh Joehana.
  2. Jika pada Dilan disuguhi suasana Bandung pada tahun 1990-an. Dalam cerita Karnadi kita akan diceritakan suasana Bandung pada masa sebelum kemerdekaan. Terutama Bandung wilayah bagian Buah Batu, Cicendo, Braga, Pajajaran, Sukajadi (Rancabadak).
  3. Endorsement. Penulis sadar betul dengan kekuatannya. Sering kali menyebutkan merk, toko, nama makanan dan pakaian bisa jadi untuk menghidupkan cerita. Sehingga pembaca dan penikmat sandiwara-sandiwara merasa menjadi bagian dari cerita tersebut. Karena dekat dan nyata. Di sisi lain ada kabar yang mengatakan jika penulis mendapat fee atas penyebutan merk, toko, nama makanan, pakaian mereka. Dan tentu saja, penyebutan usaha, merk dan lainnya akan membawa keuntungan sendiri. Mungkin saat ini lebih dikenal sebagai endorsement
  4. Difilmkan sebanyak dua kali. Pertama pada pada tahun 1930, diproduksi oleh perusahaan film Hindia Belanda Kruger – Filmbedrijf dan disutradarai oleh G. Kruger. Merupakan film suara pertama, meskipun kualitas suaranya belum sempurna. Pada akhir 80-an awal tahun 90-an, Karnadi kembali difilmkan dengan pemeran Kang Ibing.
  5. Selain Rahasiah Nu Goreng Patut, hasil karya Joehana yang difilmkan adalah Eulis Atjih. Karya tersebut mendapat sambutan baik di dalam negeri, tetapi gagal di luar negeri.

Cerita Sunda Karnadi Bandar Bangkong (Rahasiah Nu Goreng Patut) adalah cerita yang lintas medium. Berawal dari penutur yang kemudian disalin menjadi karya tulis. Dan bisa dinikmati dalam bentuk pentas, film bahkan sinetron.

Bagi saya pribadi cerita ini mengingatkan untuk berhati-hati. Sebagai perempuan tentu kita punya pilihan untuk menolak. Dan sebagai orang tua jangan sampai silau oleh harta yang bisa menjerumuskan. Dan tentunya agar kita senantiasa berhati-hati dengan ambisi yang menyesatkan.

Kosakata

Bangkong= Katak

Anémer gedong sigrong jeung jambatan = Pemborong (kontaktor) gedung dan jembatan

Babah-babah = Penyebutan untuk etnis Tionghoa berjenis kelamin laki laki dengan kisaran usia 40 tahun keatas

Di dayeuh = di kota

Wirang = Aib

Sumber

Buku Rahasia Nu Goreng Patut & wikipedia

21 tanggapan untuk “Karnadi Sang Ambisius

  1. Waaw…cerita dari tahun 1928, tetapi masih cocok dng zaman kiwari. Hari gini kan banyak yg silau harta, tetapi malah zonk engga dapet apa-apa. Bener, perempuan harus pintar dan harus mandiri, supaya engga dikadalin oleh laki-laki model Karnadi.

  2. Saya pribadi memiliki antusias tersendiri saat membaca roman zaman kolonial maupun kemerdekaan. Rasanya seperti masuk ke dimensi waktu dengan latar dan konflik yang berbeda. Jadi penasaran dengan buku Rahasiah Nu Goreng Patut, pengen baca juga.

  3. Saya pribadi memiliki antusias tersendiri saat membaca roman zaman kolonial maupun kemerdekaan. Rasanya seperti masuk ke dimensi waktu dengan latar dan konflik yang berbeda. Jadi penasaran dengan buku Rahasiah Nu Goreng Patut, pengen baca juga.

  4. Yang bagian endorsement lucu ya Teh.. saya jadi auto-inget sinetron Ramadan yg populer tu, kadang muncul juga si pemeran minum vitamin atau makan snack bermerek tertentu. Btw, cerita Karnadi ini bermuatan pesan moral yang dalam ya dari Pak Ayip Rosyidi, jangan jadi orang yang seperti itu, gitu ya.

  5. saya orang sunda tapi literasi sunda gak tau sama sekali, sedih gak sih? huhuhu tapi membaca kisah karnadi ini saya jadi ingin ngulik lagi siga kumaha sih literasi sunda dan sastra sunda. taunya cuman majalah mangle aja sama tradisi bangbarongan karna anak-anak hobi pisan maen eta tiap hari

    1. Abdi ge nembe ayeunaa-ayeuna, kapungkur kantos namatkeun seri Perang Bubat kenging Pak Yosef Iskandar. Eh,buku na ical. Padahal hoyong ngaguar. Hayu kita paluruh sasarengan

  6. Lucu juga. Jualan Bangkong. Hehe.. kesel juga sama si Karnadi. Nggak mengukur diri. Teu puruguh. Hehe..eh iya. Anak ketiga Karnadi ke mana nih. Belum diceritakan kayaknya

  7. wah ilustrasinya pakai canva ya? bagus lanjutkan ya… sundanya daerah mana teh? dulu waktu aku keci jg suka didongengin sama alm kake tentang bangkong haha

  8. Baiklah, membaca artikel blogny mb Bioeti ini sekalian belajar bahasa Sunda. Aku masih inget banget wajah dan pembawaan Kang Ibing, mba. Beliau udah ngga pernah keliatan lagi ni film2nya…

Tinggalkan Balasan ke Nur Asiyah Batalkan balasan