woman empowerment

Every Birthday is Special Day

Setiap hari ulang tahun adalah hari yang sangat istimewa. Saya menyadari hal itu. Entah itu berwujud kebahagiaan atau sesuatu hal yang membuat dada sesak dan membutuhkan kesabaran ekstra toh, akhirnya berbuah pada rasa untuk diingat. Hari ulang tahun benar-benar hari yang tidak terlupakan. Anggap saja sebagai hadiah, apapun wujudnya itu.

Tanggal 27 Oktober kemarin, sengaja saya mengambil cuti tahunan. Mungpung emak boss sedang pergi pesiar dengan keluarganya selama dua minggu lebih. Kesempatan buat saya untuk mengambil rehat sejenak tanpa banyak diinterogasi 😀

A Day Off akan saya gunakan untuk menyelesaikan cerita yang saya siapkan untuk penerbit besar (Semoga ini menjadi kado ulang tahun sebenarnya, tulisan saya bisa diterima). Dari tanggal 25 Oktober saya langsung tancap gas, lebih intens bersama Ceu Kokom. Netbook andalan saya. Ceu Kokom yang cantik, mungil dan flexsible. 3 hari pula saya tidak mandi. Hahahahaha… ini sih, penjelasannya sederhana. Mengikuti anjuran Kakang Prabu Leonardo DiCaprio dalam rangka menghemat air. Ingat banyak daerah mengalami krisis air, apa salahnya kita ambil bagian aksi hemat air.

Jam 11.45 ternyata ada pelantikan menteri. Wah, kebetulan seumur-umur ada pelantikan menteri belum pernah menonton. Sekarang diwajibkan pakai batik pula, memang kalau dulu diwajibkan pakai apa ya?

Pelantikan menteri semakin menjadi perhatian saya, karena Bapak Anies Baswedan yang sangat menginspirasi ada di jajaran kabinet. Semakin semangat lah saya  saat itu. Ada Pak Lukman pula, bapak menteri Agama, yang tanpa jenggot, tanpa sorban atau tanpa Gamis. Justru membuat adem. Di mata dan di Hati :D. Yang lebih mencuri perhatian adalah Bu Susi. Ini sangat fenomenal. Ok, silahkan yang suka menghujat, tapi saya lebih memilih memberikan hormat pada beliau. Ingat ketika Tsunami melanda. siapa yang pertama kali membawa bantuan? FPI? oh bukan….

Ok, cukup. Akhirnya waktu menulis tersita melihat jajaran menteri dan batik-batiknya. Bayangkan seluruh dunia yang menyiarkan pelantikan menteri di beritanya pasti akan melihat batik.

Waktu dhuhur tiba saya bersiap sholat dan melanjutkan menulis ketika keponakan saya pulang. Dengan bersimbah peluh dia menyerahkan satu cup ice cream.

“Selamat Ulang Tahun Bibi,” seru-nya dengan keringat di dahi.

Ice Cream dari Adit
Ice Cream dari Adit

Saya sampai hampir meneteskan air mata. Saya tahu, dia pasti pulang berjalan kaki dan menyisakan ongkos dan uang jajannya untuk membelikan es krim untuk saya.

Tak berselang lama adiknya datang, menyembunyikan sesuatu di kerudungnya. Dengan tersenyum-senyum dia menyerahkan sebungkus tahu bulat sebagai hadiah ulang tahun.

Tahu Bulat dari Gita
Tahu Bulat dari Gita

Lalu keponakan saya yang lain membelikan Chungky Bar.

Chungky Bar dari Malya
Chungky Bar dari Malya

Saya sampai tidak bisa berkata-kata. Saya ini seorang bibi yang galak. Saya ingat bagaimana mengajar mereka membaca, mengantarkan mereka untuk daftar ke sekolah ngaji dan sekolah SD Islam. Saya  Galak ketika mengajarkan mereka berhitung. Dan mereka memberikan saya hadiah 😀

Adit, Malya dan Gita. Akhirnya makan bakso bersama
Adit, Malya dan Gita. Akhirnya makan bakso bersama

 

Meluangkan uang jajan dan waktu untuk saya.

Akhirnya saya mentraktir mereka makan bakso. Saya benar-benar terharu. Ungkapan kegembiraan yang tidak bisa saya jabarkan dalam kata-kata maupun dalam gambar.

Jam tiga keponakan saya yang lain datang bersama rombongannya untuk belajar kelompok di rumah. Dia sudah sma kelas 2. Jadi yang datang anak ABG. Suasana semakin seru, karena ibu saya juga membuatkan saya nasi uduk dan makan bersama-sama. Mumpung saya ada di rumah dan kebetulan banyak orang. Ketahuan deh kalau saya termasuk orang yang BIASA DILUAR.

Teman-teman Oppy (pakai Cardigan Hijau Tosca) dari SMA N 18 Bandung, ikut memeriahkan Ultah :D
Teman-teman Oppy (paling kiri, pakai Cardigan Hijau Tosca) dari SMA N 18 Bandung, ikut memeriahkan Ultah 😀

Jadilah surprise party. Ya, ini rezeki semua orang dan kebahagiaan buat saya. Ditambah teman-teman Gita datang untuk bermain outbound di rumah. Rumah menjadi gempita. Teman Malya juga ikut meramaikan. Nasi Uduk, bakso… dan semua hal seru lainnya. Bahkan di hari ini, 28 Oktober 2014.  Paman saya yang hobinya mancing turut mengucapkan selamat. Padahal ulang tahun yang dia ingat pastinya hanya ulang tahun Balong tempat dia mancing. Tuhan terima kasih atas kebahagiaan dan all the blessing that You gave to me

Prototype Kue Tiramisu dari Gita, Syifa dan Kuntum
Prototype Kue Tiramisu dari Gita, Syifa dan Kuntum
Persiapan Membuat Prototype di LAB alam
Kuntum, Gita, Syifa dan Malya
Praktikum Pembuatan Prototype Tiramisu

 

Jpeg
Peserta Pesta Termuda, Aulia
Jpeg
Bintang Tamu sedang rehat
menu sederhana yang LUAR BIASA!! thanks for my Mom
menu sederhana yang LUAR BIASA!! thanks for my Mom
Do'a dan harapan, serta berkah untuk sisa umur yang akan dijelang. Aamiin...
Do’a dan harapan, serta berkah untuk sisa umur yang akan dijelang. Aamiin…

Terima kasih Adit, Gita, Malya, Aulia, Oppy… kalian semua generasi bangsa ini yang menakjubkan. Terima kasih, menjadikan bibi sebagai bagian dari hidup kalian. Jika Bibi Biasa diluar, kalian adalah LUAR BIASA yang sesungguhnya.

Terima kasih untuk Mamah dan Bapak yang bersabar akan saya. Semoga tetap sehat, Tuhan melindungi.  Ma’afkan jika saya belum bisa memberikan kebahagian. Baik materi dan Non materi. Ma’afkan saya sebagai anak pembangkang dan sering berbuat kurang ajar. Apa yang saya janjikan seperti janji kosong belaka karena sampai saat ini belum bisa mewujudkannya. Percaya Mah, Pak, itu bukan janji bohong. Tapi belum diberikan kesempatannya. Semoga di masa mendatang segera bisa terlaksana.

Setiap ulang tahun memang selalu tak terlupakan.

PS: Jangan ditanya umur nya sekarang, yang jelas jatah hidup sudah berkurang. 😀

woman empowerment

Ketika Kakek 100 tahun lompat dari Jendela

[tadinya mau memberi judul When The 100-year-old man who climbed out of the window and disappeared,  i m holding my breath. Diambil dari judul buku-nya lalu ditambahkan i m holding my breath. Tapi menjadi panjang sekali. Bacanya saja seperti terkena gejala serangan asma. Terus terang buku ini cukup membuat saya menahan nafas dan geleng-geleng kepala.]

Nilai pelajaran sejarah saya sangat buruk. Saya termasuk orang yang berpikir yang lalu biarlah berlalu. Pola pikir ini saya terapkan dalam mata pelajaran sejarah di sekolah. Untuk apa mengingat-ingat masa lalu. Harus move on. Jadi jangan bertanya soal nilai pelajaran ini, sebagai seorang pelajar yang malas menghapal mendapat nilai dia batas bawah pun sudah uyuhan.  Dan begini hasilnya jika sebuah generasi dengan pola pikir seperti saya. Malas membaca sejarah,  nanti bisa muncul lagi kejadian seperti yang menyatakan kalau Tangkuban Perahu hasil kerja koalisi Sangkuriang dan Bandung Bondowoso. Sedangkan Dayang Sumbi, Roro Jongkrang sedang pelesiran ditemani Thumbellina. Terbukti jika pola pikir saya itu salah. Salah Besar. Our Founding Father, Bapak Soekarno mengatakan bahwa Bangsa yang besar adalah yang menghargai jasa pahlawannya. Otomatis kita harus mempelajari sejarah. Intinya kita harus mau belajar dari sejarah, bahkan kitab suci pun berisi banyak sejarah untuk direnungkan.

The 100-year-old man who climbed out of the window and disappeared karya Jonas Jonasson. Sebuah buku yang menurut saya sangat unik. Alurnya paralel. Melompat dari tahun 2005 ke 1905. Dari 2005 dan menjelajah pada masa perang dunia ke-2. Masa pergolakan dimana banyak pemerintah yang bersistem kerajaan ingin menjadi negara demokrasi, komunis, sosialias dan sebagainya (ma’afkan jika salah, karena pelajaran sejarah saya yang buruk). Persaingan negara adi daya untuk mengintervensi negara-negara yang sedang bergejolak.

Segala Sesuatu berjalan seperti apa adanya, dan apa pun yang akan terjadi, pasti terjadi

Kalimat pembuka dalam buku ini, yang merupakan falsafah hidup Allan Karlsson, tokoh utama, sang kakek yang genap akan berusia 100 tahun pada tanggal 2 Mei 2005. Kalimat itu dia dapat dari Ibunya ketika menerima kabar kematian Ayah Allan. Keahliannya membuat bahan peledak dan bermain-main dengannya membawa Allan melanglang buana. Hingga bertemu dengan para petinggi. Sebut saja, Jendral Franco, Harry Truman, Mao Tse-tung, Wiston Churchill,  dan masih banyak lagi. Jangan tanya saya siapa mereka, coba langsung minta bantuan Mbah Google saja.

Melihat peristiwa bersejarah di dunia dari sudut pandang Allan Karlsson. Pandangan lugu tapi menurut saya yang mulai belajar sejarah justru masuk akal. Mungkin anda yang tahu sejarah akan tertawa atau minimal tersenyum ketika mengetahui peristiwa bersejarah yang membuat perubahan besar pada dunia dipaparkan secara sederhana oleh Allan Karlsson. Dari sisi paling manusiawi. Ini menurut saya lagi lho, konflik sederhana yang memicu reaksi berantai yang menyebabkan banyak korban. Baik korban jiwa maupun harta.

Jujur saja saya sendiri sampai geleng-geleng kepala bagaimana bom Atom dibuat, dan Allan Karlsson ikut andil di dalamnya. Bahkan dia bertemu dengan saudara tiri Albert Einstein yang memiliki kemiripan fisik sayangnya tidak ada kemiripan otaknya.  Hubert Einstein akhirnya diceritakan menikah dengan orang Bali. Hubert dan istrinya memiliki hotel megah, sang istri memutuskan untuk menjadi politikus  dan menjabat  gubernur di Bali. Kemudian ditunjuk menjadi Dubes Indonesia untuk Prancis. istri Hubert tidak bisa berbahasa Prancis, bahasa Inggrisnya pun belepotan. Satu-satunya bahasa asing yang dikuasai adalah Jerman. Bahasa yang dia pelajari karena bapaknya salah membelikan kamus. Atas kekurangannya itu dia meminta bantuan Allan menjadi penerjemahnya.

Dan yang lebih menarik adalah ending dari buku ini. Bikin menahan nafas. Koq bisaaaaaa???!!!! (Sampai berteriak). Apakah Mr. Jonas pernah tinggal di sini – Indonesia? Bagaimana dia mengetahui dengan detail keadaan di Indonesia? Bagaimana berita ini bisa sampai ke Swedia (pastinya yang menjadi kurir adalah mbah Google)? Bagaimana bisa sampai bocor? (*mengutip salah satu capres tempo lalu). Bagaimana pandangan bangsa lain mengeni bangsa Indonesia? Swedia, negara ini tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Itu hal-hal kecil yang bermunculan secara otomatis dibenak saya ketika membaca buku ini.

The 100-year-old man who climbed out of the window and disappeared merupakan buku berbahasa Swedia (Swedish) terbit pertama kali tahun 2009. Buku ini telah diterjemahkan ke berbagai bahasa di beberapa negara, mungkin bisa diintip ke wikipedia dengan kata kunci judul  buku ini. Atau  bisa dilihat dari komentar pada lembar pertama. Di Indonesia buku ini diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada bulan Mei 2014. Saya sendiri kebagian yang cetakan kedua (Juli 2014), sampai tulian ini saya buat saya tidak tahu sudah cetakan keberapa atau ada negara lain lagi yang menerjemahkannya.

Bisa dibayangkan buku ini menjadi best seller diberbagai negara, bahkan sudah dibuat filmnya juga. (Silahkan diintip ke IMDB).

Sebagai orang Indonesia saya sangat tercengang dengan ending-nya. Di Indonesia semua mungkin, itu kata Allan. termasuk ketika dia mengangkut kawannya termasuk seekor anjing dan gajah. Tanpa dokumen. Sekali lagi TANPA DOKUMEN! dan ada HEWAN di dalamnya. Ketika Allan bernegosiasi dengan pejaga menara untuk mendarat, dimana sang kapten kapal cemas karena membawa kapal bodong dan mereka bisa ditembak kapan saja. Allan mengambil alih untuk  bernegosiasi:

“Nama saya Dollar,” kata Allan, “seratus ribu dollar.”

Kemudian mereka berdiskusi dan terjadi tawar menawar yang diakhiri dengan kesepakatan bahwa nama depan menjadi Dua ratus ribu dollar. (dari halaman 482)

Hadddeuh, mental bangsa. Sesungguhnya malu. Bagaimana tidak? Seluruh dunia  mengenal  bangsa Indonesia seperti itu. Bangsa yang mudah dinegosiasi jika menyangkut urusan duit. Tengok juga halaman terakhir ketika utusan Presiden SBY meminta bantuan Allan. Dengan entah apa maksudnya.

1414307589548221723
Cetakan ke-2

Semoga saja dengan presiden baru, harapan baru kita bisa berubah. Meninggalkan mental yang hanya merusak diri kita sendiri. Dan suatu saat nanti ada buku yang bercerita tentang bangsa ini dengan mental bangsa Indonesia tidak seperti pandangan tuan Karlsson lagi.

NB : Rasanya Penerbit Bentang membuat lomba tentang Review buku ini (mungkin sudah ada pemenangnya), tapi saat itu bulan puasa. Waktu itu saya skip saja daripada dikritik bukannya baca Quran malah baca Novel. 😀 .

 

woman empowerment

Berkunjung ke Bentang

Sedikit terlambat, tapi pepatah mengatakan lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Makanya tidak heran jika orang Indonesia senang sekali datang terlambat alias ngaret, karena pepatah ini sudah sangat melekat dengan kebiasaan. Tidak terkecuali arti terlambat yang satu lagi, yang memerlukan pemeriksaan Bidan untuk memastikannya. Apakah anda akan Gembira atau malah Panik.

Tanggal 19 September kemarin, saya diberi kesempatan untuk mengunjungi Kantor Bentang Pustaka di Jl. Plemburan No. 1 Pogung Lor, Sleman – Yogyakarta. Tiket ini saya dapatkan karena saya adalah salah satu peserta Akademi Bercerita dari Bandung. Tujuan saya untuk mengikuti akademi ini adalah untuk membuat Bandung semakin fenomenal, bombastis, #BandungJuara. Pokoknya membuat Bandung go internasional.  Menginspirasi banyak orang dan banyak lagi harapan saya akan kota yang dijuluki Paris Van Java. Setidaknya ini adalah cara saya untuk berterima kasih kepada kota tercinta. Menjadikan Bandung sebagai kota kebanggaan karena saya bangga menjadi warga Bandung.

Kami pergi menggunakan kereta api ekonomi Kahuripan, dengan harga tiket Rp. 5o.ooo,-  . Satu teman kami akan menyusul dari Semarang. Komposisinya seperti ini : 2 Cianjur, 1 Bekasi, 1 Semarang (tapi katanya sering jadi orang Bandung juga), 1 Majene (yang tersesat dengan menyenangkan di Bandung), sisanya Bandung.

loomband hood
loomband hood

Saya pergi tanpa restu kakang Prabu (i know i know sangat dramatis, maksudnya lebay 😀 ). Apalagi ketika beliau mendengar kata “kelas ekonomi”. Dalam benaknya terpikir kereta api yang jendelanya tanpa kaca, hanya palang-palang besi lalu dikerubuti orang sampai atap. Saya pikir dia pasti mendapat gambaran itu dari Film India. Oh, sungguh lebay. Dan ternyata beliau salah lagi. Kereta kelas ekonomi cukup nyaman. Ber-AC, tanpa pengamen dan hal-hal lain yang dia khawatirkan. Hanya saja kereta ekonomi berhenti di hampir semua stasiun. Hikmahnya adalah membuat kita akan selalu terjaga dan waspada. Suasana kereta api kelas ekonomi aman terkendali. Terima kasih pada Pak Dahlan Iskan dan Dirut PT KAI, serta seluruh pengelola kereta api. Jadi pengen ada kereta Bandung – Ciwidey. Heup ah, nanti dibahas lagi itu mah.

Jendelanya pakai Kaca. Amaann
Jendelanya pakai Kaca. Amaann

Tiba di Yogya (stasiun Lempuyang) pagi hari. Kami sholat subuh lalu mencari sarapan. Selanjutnya kami menuju ke penginapan. Mbak Ika, salah satu editor Bentang memberi kami sedikit petunjuk arah dan nomor telepon taxi yang bisa kami gunakan untuk mencapai wisma Aisyah. Saya lupa wisma Aisyah itu terletak di jalan apa. Nama jalannya entah mawar atau melati. Dengan menyewa 2 taxi kami pasrah. Petunjuk arah kami mengandalkan Waze selain supir taxi, soalnya kalau google map sering tersasar (saya pribadi pernah mengalami itu, hingga sekarang sulit rasanya mempercayai google map lagi.)

Dari Wisma Aisyah kami  cukup berjalan kaki menuju kantor Bentang. Kebetulan saya suka berjalan kaki, jadi tidak masalah. Asal jangan dibandingkan enak mana jalan kaki atau menumpang Alphard? ya, jawabannya tergantung kondisinya dong. Jalan kaki dengan kakang prabu lebih baik daripada numpang Alphard di satukan dengan durian (eits, ini Alphard apa Alphard KW alias mobil Box yang pintunya sama-sama digeser di samping ya? gak jelas.)

Yogya memang panas, apa mau dikata. Jarak matahari rasanya cuman beberapa meter saja dari kepala. Ditambah kami harus menyusuri jalan lingkar di Yogya yang minin trotoar. Tapi itu bukan hambatan buat kami. Semua itu tidak mengapa karena kami punya misi. Misi kami adalah:

MISI: Penulis Muda.
MISI: Penulis Muda.

Menjadi PENULIS MUDA. Muda tidak terkait dengan angka. Kami muda! Semangat dan cita-cita. Sekaligus menunjukan bahwa kami harus lebih banyak belajar pada yang lebih tua, yaitu mas Iman dan Mas Udin…… (nun sewu mas, bercanda 😀 )

Sebetulnya saya punya misi terselubung tersendiri. Dari Bandung saya membawa Rahvayana. Saya sengaja membawa buku itu untuk mengunjungi kota kelahirannya. Siapa tahu dia kangen. Buku ini ditulis mbah Sujiwo Tejo, Presiden Jancukers.

Rahvayana
Rahvayana

tandatangan Si Mbah

Buku ke 684 dari 777 yang di tandatangani oleh Presiden Jancukres. Bagaimana saya sampai tersesat membaca buku-buku beliau? saya pun tidak tahu.  Bukan berarti saya #Jancukers karena sering membaca buah pikirannya. Saya tidak tertarik menjadi warga negara jancukres, saya masih ingin tercatat sebagai warga negara Bandung. Walaupun sering kali presiden Jancukers ini mengiming-iming keindahan negeri Jancukers di lini masanya. Apa saya berhenti mengintili saja gitu ya? tapi lebih baik mengintili presiden yang satu ini dari pada mengintili presiden yang akan berakhir masa jabatannya di tahun ini.

Buku ini semakin hebat karena pas kunjungan ke Bentang, saya mendapat tanda tangan editornya. Jarang kan ada buku yang ditandatangani oleh editornya. Saya minta diberi tanggal pula. Sebagai pekerja di bidang Farmasi. Tanda tangan disertai tanggal akan valid. SAH! LEGAL!

Tanda tangan Editor Mbak Ika Yuliana Kurniasih
Tanda tangan Editor Mbak Ika Yuliana Kurniasih

Editor Rahvayana tidak lain dan tidak bukan adalah Mbak Ika, yang memberi kami petunjuk arah. Betapa spesialnya buku ini. Kalau begitu lain kali saya akan membawa buku Andrea Hirata Padang Bulan – Cinta dalam Gelas lalu meminta Mas Imam untuk menandatanganinya… hehehehe..

Selain Mas Iman dan Mas Udin, kami bertemu dengan editor Bentang. Ada Mbak Noni, Mbak Dila dan Mbak Ika tentunya. Ingat pesan ini. Penulis adalah Raja, Editor adalah Dewa dan pembaca adalah Tuhan. Jadi mbak-mbak ini adalah… (ya, apa coba? 😀 ) yang jelas kami diberi kesempatan untuk berkonsultasi tentang naskah dan point-point penting dari satu naskah.

Aula Bentang.
Aula Bentang.

Dari Kiri, Gelar Riksa, Mas Udin, Mas Iman, Atria, Nesya, Nanae, lela, saya, Tya, Mbak Ika, Amelia, Icha dan Ira. Mas Capt, kepsek dari Bandung sedang mengembang misi yang terhormat yaitu jadi juru Foto.

IMG-20140920-WA003
Nah, itu Capt. Kita di belakang, di samping Mas Udin yang histeris.

Di akhir kunjungan kami bertemu dengan mas Salman, CEO Bentang.  Kami belajar banyak dari beliau, tentang gagasan serta cara eksekusinya. Saya pribadi salut kepada beliau karena dapat menyanyikan lagu berbahasa Sunda dengan sangat fasih. Dengkleung déngdék, buah kopi raranggeuyan. Tidak hanya fasih tapi tahu maksud arti dari nyanyian rakyat Pasundan tersebut.

Jadi terinspirasi semoga saya bisa seperti beliau yang melihat hal menjadi sebuah kesempatan. (eits, kesempatan apa pula ya…) ya, apalah itu karena hanya berganti dari hotel ke hostel beliau bisa memberikan konstribusi yang banyak. Melahirkan banyak karya, Penulis, membuat orang lain tahu ada apa saja di belahan bumi sana-sini, dsb. Dan tentu saja kalau dangkalnya menghasilkan banyak rupiah 😀

Mas Salman ditengah, berbaju merah
Mas Salman ditengah, berbaju merah

Acungan dua jari itu bukan berarti kampanye, masa itu sudah lewat. Jadi jangan ada yang marah ya, kalau selalu banyak yang mengacungkan 2 jarinya kala berfoto, itu sudah kode alam :D. Apalagi pakai dendam, terus Demo, terus lapor ke RT. Repottt. Percayalah! Acungan ini bisa saja pertanda perdamaian selain victory. Karena kami akan mengobarkan perdamaian melalui tulisan.

Sekian cerita kunjungan kali ini.