buku

[BUKU] Payung Butut

Cerita dalam buku ini diberi kategori sebagai Roman Pondok (Pondok=pendek, bhs. Sunda). Hasil Karya  Akhmad Bakri, seorang penulis kebanggaan orang Sunda. Karya-karyanya sering mendapat penghargaan, termasuk Payung Butut yang memenangkan Sayembara Mengarang yang diadakan oleh IKAPI pada tahun 1967.

Payung Butut bercerita tentang Bapak Naib* yang bangga karena berdarah biru. Kepada siapa saja dia akan menceritakan silsilah keluarganya yang masih keturunan bangsawan. Berharap dengan silsilah tersebut orang-orang akan menaruh hormat kepadanya. Apa yang terjadi justru sebaliknya. Malah banyak pemuda menjadikannya sebagai bahan anekdot. Silsilah keturunan yang dia ceritakan sukar untuk ditelusuri, sering kali membuat bingung yang menyimak. Lanjutkan membaca “[BUKU] Payung Butut”

woman empowerment

Sombong

Sombong

Begitu kata teman saya, setelah saya tidak merespon broadcast yang dia bagikan. Awalnya dia membagikan hanya digrup (whatsapp). Lalu karena saya sering kali tidak merespon. Walaupun hanya sekedar memberi jempol sebagai tanda, apa yang dia bagikan bermanfaat. Akhirnya dia bergerilya dengan japri.

Saya hanya tersenyum saja ketika divonis sombong. Soalnya itu tidak seberapa. Sejak media sosial turut serta dalam ajang pemilihan. Men-cap seseorang itu sangat mudah. Sombong mah biasa saja. Lalu-lalu saya sampai ditanya kadar “kewarasan”. “Apakah saya sehat?” “Bodoh!”  Dan lain-lain. Gara-gara saya menjawab pertanyaan, siapa yang akan saya pilih. Sekarang pertanyaan seputaran memilih calon pemimpin menjadi jebakan pada tingkat kewarasan dan kesehatan metal. Jadi kalau ada yang bertanya seputaran pemilihan lebih baik tidak dijawab saja.    Lanjutkan membaca “Sombong”

woman empowerment

Pupus

Di penghujung tahun 2017, akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan kuliah.

Kuliah?

Hal yang tidak pernah saya pikirkan lagi untuk beberapa tahun kebelakang. Dulu ketika baru lulus SMK keinginan untuk melanjutkan begitu menggebu-gebu. Tapi banyak hal yang membuat keinginan untuk memuntaskan menjadi terkatung-katung. Terlalu banyak dipikirkan, yang menjadikan teu beres-beres. Mulai dari alasan critical seperti ini : Lanjutkan membaca “Pupus”