woman empowerment

Apple, Cau dan Jambu ( catatan kecil dari Festival TIK-2015)

Hari Kamis di Bandung kali ini disponsori #kamisenglish dan Festival TIK-2015 yang berlangsung di Sabuga.

Menghadiri festival TIK semacam uji nyali bagi saya sebagai pribadi yang gaptek. Da aku mah apah atuuh, orang lain bawa apple aku mah bawa cau dan jambu. Begitu saya bilang sama teman saya yang senasib. Senasib gapteknya.

Dengan segenap kekuatan bumi, tepat jam sembilan saya datang ke tkp. Petugas sedang heboh mengatur (menyingkirkan orang-orang, termasuk saya. Tepatnya) karena pak menteri tiba untuk membuka festival.

image
Bapak Menkominfo, yth anggota Dewan Bapak Budiman Sudjatmiko, kalau bapak yang satunya lagi pasti hapal laaah… (foto milik kakdidik13-relawan TIK)

 

Karena panitia sibuk menyambut mereka dan lupa menyambut saya 😀 (ma’afkeuun). Saya melipir-lipir dulu. Melihat suasana di sana. Banyak booth yang bisa diinvestigasi. Lumayan buat nambah info dan upgrade biar tidak jadi gaptek stadium akut.
Sebelah kiri sebelum pintu masuk, ada booth yang wajib di-explore dan di-kepoin. Booth Qwords.com yang ramai dikunjungi.
Pada tahukan Qwords.com? Pasti sudah tahu deh, bagi yang belum sook mangga datang FestTiK di Sabuga. Gak rugi malah bisa untung.

image
Booth Qwords.com (foto dokumentasi Pribadi)

 

Memasuki aula, suasana jadi remang-remang. Sedikit takut dan sempat bertanya pada sesama peserta, mengapa harus remang-remang? Mungkin agar tampilan di layar biar jelas. Jawab teman saya. Menurut saya tidak perlu seperti itu juga. Karena penari apalagi paduan suara pakai warna gelap jadi tidak terlihat dan tidak bisa dinikmati.

image
Dalam keremangan (foto milik Istighfaroh-relawan TIK)

 

Eitss, tapi tujuannya kan bukan nonton pentas seni. Ini festival TIK. Teman saya langsung protes. Ma’af saya gagal fokus kembali.
Yang jelas dalam keremangan saya sulit mengambil gambar. Apalagi ketika saya sudah mengatur pencahayaan sedemikian rupa (rupanya smartphone ini tetap saja tidak smart) tiba-tiba ada orang bule yang menjulurkan tangannya dan mengambil gambar, menghalangi smartphone saya. Bapak bule itu berasal dari Belgia. Selain tangan yang menghalangi dan jenis smartphone-nya yang ajaib, membuat saya langsung tidak pede dan menyembunyikannya ke tas.
Untung saja para Relawan TIK yang mulia hatinya mau memberikan foto-fotonya. Kecuali foto di luar ruangan (booth Qwords.com itu milik pribadi) yang indoor punya relawan TIK yang baik hati.

Pada materi pertama tentang smart society, bapak prof. Masahi Umejima dari Japanese Smart Community Alliance, turut ambil bagian. Dalam videonya beliau memaparkan bagaimana smart society itu. Videonya dalam bahasa Inggris, di sana ada sebuah kota yang sudah ditata dari sebelumnya kota tidak tertata. Lebih hijau. Kebutuhan energi tanpa harus merusak alam. Menurut saya itu materi yang baik sekali. Mari jadi manusia pintar ramah lingkungan. Jangan cuma gadget dan bangunan saja yang ramah lingkungan. Kitanya juga dong…

Ada mobil dan bus listrik, pakai sensor jadi tahu rute yang bisa dilalui jika jalan macet. Bus ini dikendalikan tanpa supir. Nah, mungkin saking smartnya bisnya selain tanpa supir, bisa ditumpangi tanpa penumpang pula. Mengerikan.
Ok, memang mengerikan jadi orang gaptek.

Sesi kedua sebetulnya ini yang saya bikin penasaran, boleh jadi ini alasan utama saya berkunjung ke FestTIK 2015. Ada workshop bukan saya work kamu shop yaa…
Judulnya “Meraup dollar dari blog”. Peminatnya sampai luber. Kursi yang disediakan cuma 30, sisanya lesehan. Di luar orang masih ngantri pengin ikutan. Sayang saya gak ngambil foto sesi ini karena terlalu fokus pada materi. Materi dibawakan oleh Kang Agus Hari.
Materinya asyik dan keren, gak salah kalau peminatnya membludak. Kang Agus Hari berpesan, blog bukan skema cara mencari uang dengan cepat. Kita tetap harus kerja keras, kalau mau cepat dapat uang tanpa kerja keras, ngepet saja. Begitu cenah.

Workshop di FesTIK 2015 dahsyat bin keren, bisa membuka mata (terutama yang gaptek seperti saya) menambah wawasan dan sangat rugi kalau gak mampir di acara keren seperti ini. Kesempatan buat kita semua. Biar gak ada omongan seperti ini lagi yang  saya kutip dari moderator, “kalau Jepang punya Line, Amerika punya WhatsApp, Canada punya BBM, Korea punya Kakaotalk dan orang Indonesia punya waktu buat itu semua”.

Fyi :
Cau = pisang
Mangga dalam kalimat di atas bukan buah mangga tapi Silahkan.
Cenah = katanya.

woman empowerment

Punteeen………………..? Manggaaa….

Terinspirasi dari status seseorang di Facebook yang melakukan eksperimen kecil-kecilan seputar penempatan kursi di sepanjang trotoar jalan Asia-Afrika dan jalan Braga. Eksperimen murah meriah (sebenarnya gak ada biayanya sama sekali deng…) tapi menantang buat dicoba.
Beliau ingin tahu, apakah masih ada orang yang mau menjawab mangga jika dia menyapa punten?
Menurut beliau penempatan kursi di trotoar pastinya akan banyak orang yang melewati dan terlewati. Jadi masih sudikah kita bilang permisi?
Dan hasilnya …. jreng jreng jreng jreng!
Hanya sedikit saja yang mau menjawab  “mangga” ketika beliau menyapa “punten” .
Kemungkinan hal itu terjadi karena :
1. Kondisi jalanan yang bising, hiruk-pikuk. Sehingga tidak terdengar dengan jelas.
2. Terlalu asyik menikmati jalan Braga / Asia-Afrika dengan orang tersayang, hingga tidak menyadari ada yang lewat sambil berkata “punten” . Serasa dunia milik sendiri yang lain ngontrak tea, saking khusyu-nya sampai lupa di pinggir ada tong sampah dan keukeuh nyampah di kursi. Teuteup! Mani konsisteeen… *eits, gak nyambung yaa?

image
Terlalu khusyu jadi tidak tahu ada tong sampah di sampingnya

Hari minggu kemarin saya melakukan ekaperimen yang sama. Saya berjalan kaki menuju sebuah supermarket yang suka ngasih kresek kuning buat barang belanjaan. Dan ini hasil eksperimen kecil saya.
Kumpulan bapak-bapak dan aa-aa yang sedang mengasah batu akik mendominasi kerumunan di jalan.
Kelompok kedua adalah ibu-ibu yang membawa anaknya bermain sambil ngasih makan. Mengejar-ngejar, sambil bergosip juga, sambil menawarkan produk juga. Lebaran semakin dekat tidak ada salahnya buat siap-siap. Kegiatan ibu-ibu, mamah muda memang sangat beragam. After all kami adalah kaum multitasking. Betul tidak betuuul? 😀
Disusul oleh kelompok ABG unyu-unyu, alay-alay, ada yang berkostum olahraga
pula sambil diskusi gadget.
Sisanya sih, lebih perorangan. Semisal akang yang nongkrong sendirian, teteh yang bertopang dagu dekat pot kembang. Mungkin mereka mewakili kaum yang mengalami malam minggu muram atau tidak kebagian berfoto di Alun-alun.
Oh ya, ada juga yang sedang menjemur pakaian.
Meskipun eksperimen dilakukan di jalan kampung (sebut saja begitu), hasilnya tidak jauh berbeda dengan eksperimen yang dilakukan di jalan Asia-Afrika dan Braga.
Kelompok pertama milik para pemilik cincin bertuah, dalam satu kumpulan yang biasanya lebih dari 5 orang hanya satu dua saja yang mau menjawab. Sisanya tidak peduli. Batu sangat menguras perhatian rupanya. Malah ada kumpulan yang tidak menjawab sama sekali. Tapi mungkin jika yang lewat itu Julia Perez atau Farah Quinn
Responnya pasti lain.
Kelompok kedua pun demikian. Ada pula yang memperhatikan saya terlebih dahulu dengan seksama sebelum menjawab. Tatapan penuh curiga, bukan tatapan menganggumi yang saya kenakan. Hehehehe….. Tenang ibu-ibu, saya bukan petugas penagih cicilan :D.
Kelompok ketiga para kaum muda yang penuh semangat. Ternyata kelompok ini pun malah hampir dipastikan tidak menjawab sapaan punten saya. Saya lupa karena kupingnya ditutupi earphones dan mereka berbicara melalui line, wechat, whatsapp, bbm dan sebangsanya.
Untungnya sebelum saya memasuki supermarket, ada aa membungkuk seperti sedang menyembah sepedahnya sambil terengah-engah. Si aa bertatto ini langsung menjawab mangga ketika saya berkata punten.
Tentu saja ini membuat hati saya girang. “You’re rock!!! Aa…” tanpa sadar saya ngomong itu sampai Si Aa kebingungan.
Uppss! maksudnya bukan rock sejenis batu bacan, pancawarna, opal dan teman-temannya. Tapi rock yang terjemahan bebasnya: kereeeen…..