woman empowerment

Hitam dan Putih

Beberapa minggu lalu, saya membaca cerita tentang Karna. Sebagai pembaca wayang amatir, saya mengenal Adipati Karna sebagai sosok yang jahat. Sebabnya saya men-cap begitu  karena dia berada di kubu Kurawa. Pasti pernah dengar lah yaa…itu Kurawa genk apa.

Semisal kita datang berombongan terus menghabiskan seluruh hidangan lalu sok ada yang nyeletuk, “tadi ada gorombolan kurawa.” Kitu cenah.. Lanjutkan membaca “Hitam dan Putih”

woman empowerment

Jangan Nahan Pipis, Berat….

Macet pada beberapa tahun lalu memberikan pelajaran berharga bagi saya. Waktu yang biasanya ditempuh dari jalan Dr. Setiabudhi ke Kopo (FYI: Seputaran Bandung raya) sekitar 1-1,5 jam. Malam itu menjadi 4 jam. Hampir sama dengan waktu tempuh ke Garut. Bandung – Garut sekitar 73 Km dengan waktu tempuh 2 – 3 jam. Kondisi lalin ramai lancar.

“Kalau sudah begini mending umroh sekalian…” teman saya hampir frustasi. Lanjutkan membaca “Jangan Nahan Pipis, Berat….”

Film · woman empowerment

YOWIS BEN : Ter-encep Nasional

Ketika pertama muncul potongan YoWis Ben pada saat nonton Dilan 1990. Saat itu saya sudah berniat untuk menontonnya. Saya berharap pas kemunculannya, kondisi saya sedang tidak huru-hara, jadi bisa meluangkan waktu untuk menonton.

Bukan genre komedi, alasan saya nonton film ini. Atau Kehadiran Brandon Salim (hehehehe…), saya penasaran apakah penggunaan bahasa daerah (Bahasa Jawa, dialek Jawa Timur please CMIIW) akan digunakan utuh. Setidaknya mendominasi dialog dari awal sampai akhir. Atau hanya mengadopsi logatnya saja. Seperti yang sudah-sudah. Sedangkan kontennya tetap bahasa nasional. Lanjutkan membaca “YOWIS BEN : Ter-encep Nasional”