Familie

Coklat

cerita tentang coklat memang tiada habisnya, meskipun sayang coklat selalu habis dimakan sebelum selesai dibayangkan kenikmatannya (#edisimarukcoklat).

Minggu ini saya mendapat coklat hingga membuat saya terharu.  Akibat aktifitas yang jor-joran dua minggu kondisi badan saya nge-drop. Dokter menganjurkan untuk cek lab. Sebetulnya sudah dari awal diwanti-wanti oleh dokter untuk medical check up, karena malas dan kesibukan yang kian hari kian gak jelas, saran dokter hanya dijawab “iya Dok, nanti segera.”

Akhirnya weekend 2 minggu lalu, kondisi badan gak kuat lagi. Kena vertigo pula, tekanan darah turun. Senin berikutnya masih terasa kleyeng-kleyeng. Obat paling manjur mengobati rasa ‘aneh’ karena vertigo atau pusing karena beban kerjaan adalah coklat, meskipun saya beraktifitas di industri Farmasi, tetapi obat manjur adalah coklat. Coklat untuk pusing, lelah, pegal. Coklat pelipur lara penghibur hati yang luka. Hahahahaha….

Sepulang kerja, sehabis menunaikan sholat Isya, saya melihat koin-koin emas berkilauan di meja.

Koin Coklat dari Mamah
Koin Coklat dari Mamah

Saya pikir pasti keponakan saya nih, yang meninggalkan itu di kamar. Ternyata setelah saya tanyakan, ibu saya sengaja menyimpan koin-koin coklat itu karena kasihan melihat kondisi saya yang kleyengan 😀

Kasih ibu sepanjang masa, dan itu saya rasakan benar. Sampai sebesar ini, setua ini mamah tidak pernah luput untuk memberikan kasih sayangnya. Alih-alih memakannya, waktu itu saya terharu. Hanya do’a yang bisa saya panjatkan saat itu, semoga saja Tuhan mau mendengarkannya.

Coklat koin dari mamah
Coklat koin dari mamah

Semoga Tuhan memperkenankan saya membahagiakan Mamah – Orang tua saya. Dan kelahiran saya kedunia menjadi kendaraan mereka menuju surga. Aamiin..

** Karena jika didiamkan akan menjadi mubazir, coklatnya saya makan juga. Alhamdulillah sembuh, berkat do’a mamah tentunya.

woman empowerment

Sampah Menyampah menjadi satu….

Perkenalkan ini Prabu, jagoan baru kota Bandung.

prabu-bandung

Sejak Desember kemarin Prabu hadir di Bandung (tepatnya saya lupa lagi 😀 ). Prabu atau Pahlawan Urang Bandung lahir mengiringi penegakan Perda tentang ketertiban dan keindahan terutama soal sampah menyampah. Maklum masih banyak warga Bandung yang meyakini jika malaikat akan datang dan membersihkan sampah-sampah yang mereka buang dengan sembarangan. Jadi kaum-kaum penganut aliran ini akan memasukan sampah ke selokan, ke sungai, di bawah kursi, di sekeliling pohon, di mana pun berada, di mana yang mereka mau tanpa ada rasa bersalah.

Sejak ada Prabu, jika menyampah sembarangan akan dikenai denda paksa. Tidak tanggung-tanggung jumlah dendanya ada yang sampai 50 juta. Di setiap mobil harus menyediakan tong sampah, kalau tidak 250 ribu melayang. Apakah dengan adanya denda mengenai kebersihan dan keindahan kota Bandung itu, bisa dikatakan Bandung berhasil?

Wah menurut saya sih sebetulnya tidak. Kang Emil tidak perlu repot-repot menurunkan banyak Satpol PP dan relawan untuk mengecek tiap mobil dengan ketersediaan tempat sampah. Gak perlu deh, bapak-ibu, akang-neng, aa-adik didenda gara-gara hal seperti ini. Justru dengan adanya denda-mendenda ini satu kemunduran bagi peradaban. Dengan hal ini kita menjadi bangsa yang hidup kembali di alam primitif karena tidak mengenal lingkungan dengan baik. Itu menurut saya sih, boleh kalau tidak sependapat juga. Jika suatu saat kita membaca buku pelajaran dan ditemukan kalimat seperti ini : “salah satu ciri peradaban manusia modern adalah mereka membuang sampah sembarangan”. Mungkin kita akan membuat pilihan, opsi A : kita mengakui hidup bukan di jaman modern, opsi B : pernyataan tadi hanya hoax.

Harapan saya Prabu tidak hanya hadir sebagai tokoh rekaan saja, tetapi semangat Prabu ada di setiap diri urang Bandung untuk menjaga kebersihan dan keindahan kota Bandung.  Setiap urang Bandung punya sisi Prabu-nya jangan mengandalkan prabu-prabu bertopeng berbaju ketat memunguti sampah. Nanti malah jadi sekedar tontonan, terus diprotes oleh kelompok orang yang memang hobi memprotes… iiih, koq warnanya hitam (kalau dalam bentuk 3D-nya berwarna biru dan merah), kesannya mahluk yang keluar dari kegelapan. Itu bajunya gak syariah banget yaaa…. (uppsss, jangan dilanjut!) etc, masih banyak lagi kalau kita fokus sama kekurangannya mah.

Inginnya urang Bandung sadar sendiri soal sampah menyampah ini tanpa harus didenda paksa. Tapi karena sekarang warganya sedang dalam kondisi tidak sadar alias pingsan, jadi ya, sudahlah denda itu semacam shock theraphy untuk membangunkan jiwa prabu dalam diri masing-masing.

Gak perlu diprotes nanti uang dendanya dikemanakan? Uang denda yang bejibun karena warga Bandung terbukti suka menyampah sembarangan, Mungkin nanti akan dipakai untuk membiayai perawatan taman, memperbaiki sungai dan lain-lain. Bisa saja. Terus nanti malah ada yang ngomong, “tuh kan kalau saya gak nyampah, gak akan mungkin Bandung bisa ngumpulin dana buat merawat taman”. Rasanya pada bagian ini kita boleh tepok jidat atau tepok tangan juga lah, jengkol ada usumnya – ekol (alasan) mah usum wae. Sudah nyampah tetap merasa berjasa. Bagusss!

Semoga cepat siuman yaaa….