woman empowerment

{rudy_habibie} : Nyatanya Saya Cinta Indonesia

Ada keseruan baru di tahun ini, karena beberapa film nasional diapresiasi dengan antusias oleh penonton. Setelah AADC 2 yang menjadi kehebohan nasional. Semua Film yang di-released pada musim liburan Lebaran kali ini pun bernasib hampir sama. Menjadi hits. Dan para penonton harus rela antri. Sungguh ini pertanda baik dan membanggakan.

Tanggal 11 Juli kemarin, saya baru bisa menyempatkan nonton {Rudy Habibie}. Kesibukan mudik, karena bioskop terdekat di tanah leluhur kami, Ciamis berada di wilayah Tasikmalaya. Dan untuk menuju Tasikmalaya harus menembus kemacetan yang tiada tara. Serta pantauan di media sosial mengenai antrian pembelian tiket yang membuat tak berdaya, sehingga saya memutuskan untuk menunda  hingga antrian sedikit berkurang.

Tanggal 11 Juli jatuh pada hari Senin. Bukan semata-mata harga tiket hari Senin itu lebih mursida 😀 melainkan dengan asumsi lajur antrian tidak akan terlalu panjang. Karena pada Senin itu, sebagian ada warga yang sudah masuk kerja, Sebagian sudah nonton, serta anak-anak ABG, Alay dan sebagainya pasti lebih tertarik menonton ILY 3800 feet, Koala Kumal atau Jilbab Traveler. Rupanya asumsi saya ini salah.

Untuk pemutaran ke-2, kursi kosong hanya tersisa dua di deret paling depan. Pemutaran ke-3, pukul 18.40, masih beruntung deret C masih ada beberapa yang kosong. Kursi-kursi di deret A dan B sudah terisi penuh. Mungkin tersisa sekitar dua puluh kursi yang kosong di deret paling dekat dengan layar.

Kurang dari setengah jam kemudian. Pemutaran yang ke-3  tiketnya langsung ludes dan pemegang tiket harus menunggu sekitar tiga jam lebih. Demi akang Reza Rahadian mah, saya rela menunggu atuh.

Jpeg
Pemutaran ke-3. 18.40 WIB (Waktu Indonesia Bagian Bandung – Braga)

Sebagai penikmat film, saya tidak ingin membahas mengenai akting Reza Rahadian yang sudah mumpuni. Atau mengulas penampilan Chelsea Islan. Juga Donny Damara maupun Dian Nitami. Begitu pula Hanung Bramantyo sebagai Sutradara, Sepertinya tidak berkompeten ulasan saya mengenai hal beginian. Apa yang ingin saya tulis adalah efek dari menonton film {Rudy Habibie}. Apa yang saya rasakan menonton film ini.

Film ini dibuka dengan pengeboman di Pare-pare.

Di mana sekumpulan anak-anak salah satunya Rudy yang awalnya terkagum-kagum dengan kegagahan burung-burung besi tersebut. Lalu berubah menjadi ketakutan karena pesawat-pesawat yang datang malah menghancurkan tempat tinggal mereka. Membuat satu keluarga tercerai-berai dan memaksa mereka meninggalkan kampung halamannya.

Rudy kecil sampai berpikir bahwa pesawat adalah hal yang jahat. Hampir saja membunuh kekaguman dan dia tidak mau membuat benda yang membuat petaka bagi kampungnya. Papi, adalah orang yang menguatkan Rudy kecil, bahwa pesawat itu tidak jahat bahkan bisa menyatukan. Mempertemukan sebuah keluarga. Seperti Rudy dan keluarganya di mana mereka terasingkan dari keluarga besar kedua orang tuanya masing-masing. Terpisahkan oleh jarak dan perbedaan kebudayaan .

Ada Ernest, Boris Bokir dan Pandji para Comic. Bukan untuk ber-stand up Comedy. Buang jauh-jauh mengenai itu. Mereka berperan sebagai mahasiswa-mahasiswa yang mendapatkan beasiswa di Jerman. Kemudian ada laskar pejuang yang diwakili oleh tiga orang. Mereka sama mendapatkan beasiswa atas jasa-jasanya berperang dalam merebut kemerdekaan.

Selalu ada pro dan kontra untuk mewujudkan sebuah cita-cita. Bahkan cita-cita untuk kemajuan sebuah negeri yang baru saja terlepas dari penjajahan. Meski sama-sama berjuang demi kepentingan bangsa.

Negeri ini pernah mengalami masa sulit dibawah orang asing. Dan para leluhur berjuang sampai titik darah penghabisan untuk membebaskan dari penderitaan itu.

Seluruh adegan di film ini mengingatkan saya pada pertanyaan dasar, “apa sih, yang telah saya perbuat untuk negeri ini?”

Apakah Tuhan salah telah mengutus saya untuk dilahirkan di negeri ini? mengapa Tuhan tidak melahirkan saya sebagai kurma atau unta yang rasanya lebih mulia dari pada harus menjadi penduduk di sebuah negeri yang sering kali dicaci-maki oleh penduduknya sendiri.

Ooooh, jangan diambil serius perenungan saya gara-gara nonton film ini. Jangan disimpulkan kalau film ini adalah film sulit yang gak ada nilai hiburannya sama sekali. Film ini menghibur. Tentu saja, meski para comic tidak ber-stand up tapi kehadiran mereka tetap menghibur, tetapi bagi saya mah keukeuh, sepulang nonton malah kepikiran terus.

Terinspirasi?

Sangat.

Apa yang saya bisa lakukan untuk Indonesia? Merakit pesawat saya tidak mampu. Jangankan merakit pesawat, menyusun lego saja kadang butuh konsentrasi tingkat dewa. Da aku mah apah atuh, karena hal-hal itu diluar kemampuan. Ilmunya terlalu besar untuk di-download sedangkan wadahnya kecil.

Apa atuh yaaah?? ya sudah, setidaknya saya milih gak berbuat onar, gak berbuat merugikan bangsa dan negara saja dulu. Hal besar belum mampu yang kecil aja dulu deh. Kalau kata Bapak saya mah, yang suka bikin rusuh, suka melakukan korupsi di negeri ini tuh, warga negera asing. Da, kalau mereka warga negara asli dan tahu perjuangan para leluhurnya ketika merebut dan mempertahankan kemerdekaan pasti nyaah (sayang-bhs. Sunda).  Moal menganiaya satu sama lain. Gak akan bikin tahu tempe pakai formalin. Ngasih makan anak-anak dengan jajanan yang memakai pewarna kain. Gak akan membabat hutan. Gak akan membuang sampah sembarangan. Sampai banjir merajalela terus ngomel-ngomel menyalahkan orang lain.

Jika Pak Habibie muda berkata, “faktanya saya cinta Indonesia. Masalahnya saya cinta Indonesia. Solusinya saya cinta Indonesia.” Ketika dialog itu muncul, dalam hati saya berharap film-film yang membuat dan mengingatkan bahwa kita terlahir di negeri yang hebat semakin banyak. Mengingatkan bahwa negeri ini sangat hebat, banyak orang hebat di dalamnya. Jangan banyak mencaci lebih baik mencari solusi. Itu kata Bapak Wali yang kesohor se-Indonesia Raya.  Lewat film sekarang jadi tahu perjuangan dan kehebatan mereka.

Tuhan tidak salah mengutus saya lahir di negeri ini. Ini negeri yang kaya raya. Saya rasa semua sudah menyadarinya. Kekayaan alam, keindahan panorama. Keanekaragaman budaya dan makanannya itu. Nikmat apalagi yang harus saya dustakan kalau bilang negeri ini tidak enak.

Kenyataanya saya cinta Indonesia.

rudy
Sumber dari www.bintang.com

 

 

 

 

21 tanggapan untuk “{rudy_habibie} : Nyatanya Saya Cinta Indonesia

    1. Di Braga lebih murah. Weekday Rp25.000,- Weekend Rp35.000,-
      Sama dengan Blitz Miko Mall Kopo. Weekday 20 atau 25Rb. Kalau Weekend 35rb juga.
      Saya juga mau mencoba nih, nonton sendiri. Mau ngumpulin keberanian dulu

  1. Baca buku yang Habibie Ainun, terharu melihat perjalanan mereka dan ketulusan keduanya. Baca buku Rudy Habibie yang ternyata udah difilmkan juga, terharu melihat kisah hidup dan perjuangan Pak Habibie yang ternyata berliku. Inspiratif :’)

      1. belum tentu, nggak semua film Indonesia akan tayang di TV, hanya beberapa saja, itu pun yang terbilang kurang sukses di bioskop nya

  2. sampai sekarang sudah banyak lahir yang pintar, cerdas, pioneeer, jenius… d indonesia namun masih aja kuraaaang, buktinya apa? negara majunya sedikit sedikit…

Tinggalkan komentar