woman empowerment

Bincang Televisi

Minggu kemarin teman saya bertanya, apakah saya suka menonton sinetron Preman Pensiun?”
Pertanyaan ini sebetulnya sudah berkali-kali saya dapatkan, bahkan kakak ipar sengaja mengirim pesan singkat mengenai sinetron yang sedang happening . Dalam pesannya dia tuliskan, ada Kang Emil lho…
Saya memang pernah jadi simpatisan Kang Emil (sekarang? 😀 ), tapi daya tarik dia belum mampu menarik saya untuk menonton sinetron.
Saya bukan penyuka tayangan sinetron, baik itu sinetron lokal maupun interlokal seperi drakor atau telenovela. Kalau versi India saya belum tahu namanya.
Waktu untuk menonton televisi pun kalau dijumlahkan dalam satu minggu kurang lebih 2 jam (masih kebanyakan nonton ya…, soalnya ada juga yg benar-benar gak nonton tv bukan karena gak mampu beli tv). Di rumah juga ada aturan tidak boleh menyalakan tv di pagi hari. Alasannya sederhana, nonton di pagi hari bikin pangedulan, jd kesiangan untuk memulai aktivitas.
Kurang nonton terutama sinetron dan gosip jadi kurang tahu juga dunia selebritis. Sering kali terjadi papasan atau bertemu selebritis sayanya lempeng. Padahal sang artis senyam- senyum, tebar pesona, sedangkan saya melihatnya dengan ketakutan. Berprasangka yang bukan-bukan.
Banyak kejadian unik dan konyol jadinya karena ketidaktahuan saya dengan dunia selebrasi. Sampai teman saya selalu memulai prolognya se
perti ini :”pasti ibi mah teu apal da teu boga tipi”

woman empowerment

Beauty is pain

Jangan pernah membuat wanita menangis, karena air mata wanita itu sangat mahal. Seperti meme di bawah ini.

image

Bayangkan juga usaha kita untuk tampil cantik sampai mengorbakan waktu dan dana. 😀

Sabtu kemarin saya mengiyakan ajakan bu RW untuk mendengarkan seorang penyuluh yang akan datang jam setengah empat sore.
Sebetulnya hal yang paling menarik sehingga saya tergoda untuk mengikuti kegiatan di sore itu adalah bakalan ada test kulit gratis. Ya, betul kata-kata gratis adalah mantra ampuh yang bisa membuyarkan keangkuhan ego 😀

Sang penyuluh rupanya utusan dari Lembaga Kanker Kulit Indonesia. Begitu yang tertulis dalam selembar kertas sebagai bukti penugasannya. Dia adalah penyuluh berlisensi (berdasar kelengkapan surat-surat izinnya), selain itu beliau terlihat sudah cukup akrab dengan beberapa kader dan ibu RW yang terhormat.
Acara berlangsung mengalir begitu saja, tanpa ada pembukaan resmi atau acara sambut menyambut menggunakan pantun.
Hal yang pertama beliau lakukan adalah mengeluarkan harta karun yang ada dalam tas besarnya.

image
Ini isi tasnya. Berbagai cream

Cream-cream ini adalah produk perawatan wajah yang ditarik oleh badan POM dengan berbagai sebab. Diantaranya:
1. Tidak ada nomor registrasi (saya sih sering kali menyebutnya krim jurig, kalau gub. Jakarta bilangnya siluman)
2. Kontennya abnormal. Perawatan wajah menggunakan bahan berbahaya seperti merkuri, semen putih, dan lain-lain.
3. Mengandung minyak babi. (Nah, ini mungkin enak ya… gurih. Hehehehe)

Semua produk di atas ditarik peredarannya, tapi biar berimbang dia juga mengeluarkan produk-produk yang layak pakai. Merk major sih, pasti semua sudah tahu. Mulai dari O**y, P***’s, *j*f**, dll
Semua produk rata-rata mempunyai kegunaan memutihkan. Mengapa wanita Indonesia terobsesi ingin putih?
Apakah dikarenakan selera pangsa pasar lelaki itu menginginkan type wanita kuntilanak? Tinggi, putih, rambut panjang, jalan melayang, ketawa ngikik? (2 terakhir abaikan..)
Sehingga berlomba-lomba lah kaum perempuan memutihkan tubuhnya.
Atau karena iklan terlalu gencar yang mengatakan putih lebih baik, sehingga menimbulkan banyak korban?
Berkat obsesi putih ini. Banyak kaum hawa yang terjebak. Sang penyuluh memperlihatkan foto-foto akibat pemakaian krim pemutih abal-abal.
Kanker kulit, kebutaan, bahkan dia bilang beberapa kejadian bayi yang lahir tidak sempurna bisa dikarenakan pemakaian produk perawatan yang mengandung zat berbahaya.
Seperti bayi lahir tanpa tulang kepala, dengernya saja seram…
Pengikisan kulit luar, hingga akhirnya dia bukan putih wajahnya tapi malah hitam (tutung kata orang Sunda mah), putih sesaat menyesal kemudian.

Penyuluh berakhir rancu karena rupanya dia sambil membawa produk. Sekedar taktik dagang rupanya, dan saya pun ikut-ikutan mencoba tester krim, tapi untuk membelinya masih mikir-mikir sih. Harganya lumayan cukup mahal (eh, tapi standarlah. Kalau pernah ke dokter kulit, seperti Dr. Bernard, Dr. Rasmia, Dr. Agus Waluyo atau perawatan di N******, klinik *r*a, dan klinik kecantikan lainnya).
Penyuluhan atau jualan? Gak terlalu jelas yang jelas setidaknya sore itu mencoba krim gratis 😀 dan denger-denger dibelakang kalau kejual 5 bu RW dapat gratis 1.
Xixixixixi… lumayan kan…. malah kalau beli nanti dokter akan datang langsung ke rumah buat melakukan konsultasi, peeling atau facial. Satu kenyataan jika kita mulai perawatan menggunakan all those stuffs nantinya akan kecanduan. Dan krim yang dijual ini tidak akan menyebabkan kecanduan. Kalau sudah selesai proses revitalisasi kulitnya, berakhir penggunaannya. Gak perlu risau gak pakai lagi, karena kulit akan kembali seperti kulit bayi.

Maka berbondong-bondonglah para hadirin membeli krim, harga krim pun disubsidi untuk yang langsung beli, cash no credit, diangsur apalagi. No way.
Oh ya, sang utusan berpesan kalau beli krim coba perhatikan no. Registrasinya yang biasa diprint di badan kemasan. Juga expire date-nya. Pastikan produk yang kita gunakan aman dan produk yang benar diawasi pemerintah. Usahakan beli di counternya langsung, karena sekarang banyak beredar produk aspal (asli palsu). Kemasan asli, isinya wallahu alam.