woman empowerment

Menuju Halal

Ketika dalam perjalanan Pasir impun-Kopo, yang berjarak lebih dari 20 km. Jarak terjauh saya dalam hal go-gojekan. Dan kalau saya tidak order gojek, meureun saya juga tidak akan ngeuh, jaraknya lebih dari 20 km.

Waktu itu saya pulang dari rumah teman yang mengadakan syukuran. Anak laki-lakinya menikah. Mau ngajurungkeun. Seserahan. Menyerahkan anaknya bersama seperangkat alat lengkap. Komplit. Ke orangtua pengantin perempuan.

Anaknya saja sudah menikah, kamu kapan????

Oh my God, ditelan bulat-bulat eta nu nanya siga kitu.

bioeti
Waktu itu dinikahan Neng Widya dan Sandra. 180818. Tos Halal (foto punya mbak Enno)

Sepanjang perjalanan, dibalik punggung mamang gojek, saya memperhatikan tempat-tempat makan sepanjang jalan. Beruntung saya pulang dari syukuran yang dijamu sampai wareg. Jadi melihat barisan tempat makan sepanjang jalan tidak dibarengi dengan rasa lapar.

Bangunan tempat makan itu ada yang sudah permanen, semi permanen, yang berkonsep portable dan mobile juga banyak. Siap dibongkar pasang jika satpol PP datang.

Beberapa ada yang mencantumkan label halal di spanduknya. Biar yang makan tidak was-was. Gak harus nanya-nanya lagi sama pedagangnya. Banyak nanya halal enggak, nanti malah dikatain gak sopan.

“Ini makanannya halal gak Pak?”

“Minyak gorengnya gak pakai produk XXX -kan? Soalnya ada kandungan anu-nya?”

“Modalnya bukan hasil korupsi kan Pak?”

Walhasil kalau bertanya seperti itu, kamu dipastikan akan diusir. Nanti disangka kamu utusan.

Sekali lagi, itu label halal yang mengacu pada makanan. Bukan pada tempatnya. Jika tempatnya mengambil alih trotoar, sedikit menjorok, bahkan ada yang mengakusisi jalan raya. Harap diabaikan. Setidaknya kamu harus was-was soal keselamatan, bukan pada soal makanan.

Sekarang label halal memang tidak melulu jadi komoditas makanan dan minuman. Kosmetik, obat-obatan, sabun cuci bahkan fashion pun tidak lepas dari label halal.

Sebagai konsumen, kadang-kadang kalau sedang insyaf saya mencermati kehalalan produk. Terutama produk makanan-minuman. Sok-sok kitunya, padahal mah kalau dapat oleh-oleh coklat atau permen dari yang pulang plesiran di yourop atau ameriki, boro-boro nyariiin label halalnya. Langsung blem weh. Lalu sesudahnya baru kepikiran. Yang tadi halal gak sih???

Untuk kosmetik, meskipun setelah diboomingkan oleh salah satu produk, saya masih tergantung pada produk skin care yang belum tertera label halal pada kemasannya. Bukan sok-sokan nantangin malaikat pencatat ini mah. Karena memakai produk yang masih galau status kehalalannya. Saya sempat mencoba kosmetik yang ada halalnya itu. Eh, tiba-tiba kulit jadi kering. Gak cocok. Gatal. Memerah, kemudian mengelupas. Jangan-jangan kulit saya ini sudah gak halal kitu?? Jadi takut gini.

Nah, saya belum mencoba fashion yang berlabel halal. Apakah lebih adem? Lebih elegan? Saya tidak tahu.

Semakin banyak produk yang mencantumkan label halal, bahkan menjalar pada produk-produk yang tak pernah saya pikirkan sebelumnya. Membuat saya belajar lagi mengenai kehalalan produk. Dan menurut saya mah lingkup kehalalan itu bukan sekedar penelusuran DNA procine. Tidak boleh mengandung babi atau guguk.

Karena sesuatu yang halal pun bisa menjadi haram karena proses. Kata guru agama saya sih begitu.

Jadi percuma gitu kalau kita menggunakan barang-barang halal tapi diperoleh secara tidak halal. Percuma beli pakaian berlabel halal tapi dipakai untuk memperdayai.

Jadi bagaimana itu yah, biar halal paripurna?**

Apakah dengan makan di warung yang menjorok ke jalan raya, yang mengambil alih sedikit jalanan, lalu membuat kemacetan termasuk kategori tidak halal? Karena ada beberapa orang yang tanpa sadar mengutuk kemacetan yang terjadi itu. Mengutuk sampah yang terkumpul akibat kerumunan.

Nah, itu juga yang terpikirkan saya sepanjang perjalanan menempuh jarak 20 km. Karena  ada beberapa titik jalan yang macet gara-gara jalanan menyempit. Sambil saya mendengarkan mamang gojek bercerita.

Wios weh, mamang mah janten tukang ojek online oge, nu penting mah halal.” Kata si Mamang.

Tapi Mang… tapi Mang. Katanya ada yang mendukung anu. Gimana atuh?

** kalau ada yang jawab ke KUA, saya abaikan juga.

 

5 tanggapan untuk “Menuju Halal

  1. makin sae wae ulasanana, tiasa mawa numaca pami teu gumujeung, paling unggeuk-unggeukan sapertos manuk, duka manuk dadali, duka manuk cineten

Tinggalkan komentar